Hukum Etika Biodiversity
Undang-undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum memberikan landasan hukum bagi pemanfaatan kekayaan alam bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Pasal 33 (3) menyatakan :
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tap MPR No II/MPR/1993 Bab IV Pembangunan Lima Tahun Ke 6 bidang Ekonomi bagian 18 mengenai Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa :
“Konservasi kawasan hutan nasional termasuk flora dan faunanya serta keunikan alam terus ditingkatkan untuk melindungi keanekaragaman plasma nuftah, jenis spesies dan ekosistem. Penelitian dan……”
Dari GBHN diatas nampak bahwa arah pembangunan di Indonesia tetap memperhatikan pentingnya keanekaragaman hayati dengan penekanan pada perlindungan kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati. Dalam usaha melindungi keanekaragaman hayati tersebut beberapa undang-undang yang berkaitan dengan masalah ini antara lain :
a. Undang-undang No 2 Tahun 1961 tentang pengeluaran dan pemasukkan tanaman dan bibit tanaman (TLN No.2147)
b. Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan (LN. 1967 N0.
c. Undang-undang No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (LN. 1967 No. 10)
d. Undang-undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (LN.1973 No.1)
d. Undang-undang No. 4 Tahun 1982 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup.
e. Undang-undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
f. Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
g. Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi Hukum Laut Internasional.
h. Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam.
i. Undang-undang No 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman
j. Undang-undang No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
k. Undang-undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
l. Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Keanekaragaman Hayati. UU ini merupakan ratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati yang ditandatangani dalam KTT Bumi di Rio De Janerio.
Undang-undang yang dikeluarkan diatas, tidak semuanya menyinggung secara langsung keanekaragaman hayati. Namun berbagai jenis spesies yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi sangat bergantung pada perlindungan dari undang-undang diatas. Terhindarnya ancaman bahaya ekspor impor spesies yang tak terkendali, pencegahan kerusakan habitat, kondisi lingkungan yang baik, penunjukkan kawasan yang dilindungi serta penempatan tata ruang yang sesuai dan terkendali, sangat membantu dalam menaikkan tingkat keanekaragaman hayati. Dalam proses pembangunan saat ini perlindungan semakin penting mengingat keanekaragaman hayati sangat mudah rusak dan tergolong rapuh (fragil) dari gangguan manusia yang menggunakan serta mengeksploitasi secara berlebihan.
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tap MPR No II/MPR/1993 Bab IV Pembangunan Lima Tahun Ke 6 bidang Ekonomi bagian 18 mengenai Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa :
“Konservasi kawasan hutan nasional termasuk flora dan faunanya serta keunikan alam terus ditingkatkan untuk melindungi keanekaragaman plasma nuftah, jenis spesies dan ekosistem. Penelitian dan……”
Dari GBHN diatas nampak bahwa arah pembangunan di Indonesia tetap memperhatikan pentingnya keanekaragaman hayati dengan penekanan pada perlindungan kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati. Dalam usaha melindungi keanekaragaman hayati tersebut beberapa undang-undang yang berkaitan dengan masalah ini antara lain :
a. Undang-undang No 2 Tahun 1961 tentang pengeluaran dan pemasukkan tanaman dan bibit tanaman (TLN No.2147)
b. Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan (LN. 1967 N0.
c. Undang-undang No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (LN. 1967 No. 10)
d. Undang-undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (LN.1973 No.1)
d. Undang-undang No. 4 Tahun 1982 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup.
e. Undang-undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
f. Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
g. Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi Hukum Laut Internasional.
h. Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam.
i. Undang-undang No 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman
j. Undang-undang No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
k. Undang-undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
l. Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Keanekaragaman Hayati. UU ini merupakan ratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati yang ditandatangani dalam KTT Bumi di Rio De Janerio.
Undang-undang yang dikeluarkan diatas, tidak semuanya menyinggung secara langsung keanekaragaman hayati. Namun berbagai jenis spesies yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi sangat bergantung pada perlindungan dari undang-undang diatas. Terhindarnya ancaman bahaya ekspor impor spesies yang tak terkendali, pencegahan kerusakan habitat, kondisi lingkungan yang baik, penunjukkan kawasan yang dilindungi serta penempatan tata ruang yang sesuai dan terkendali, sangat membantu dalam menaikkan tingkat keanekaragaman hayati. Dalam proses pembangunan saat ini perlindungan semakin penting mengingat keanekaragaman hayati sangat mudah rusak dan tergolong rapuh (fragil) dari gangguan manusia yang menggunakan serta mengeksploitasi secara berlebihan.
1 Komentar:
analisa dan data biodiversity nya?
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda